Friday, June 1, 2012

J-Fest Shinshun no Kiseki: It's A Really Kiseki


Entah sejak kapan saya begitu mengagumi segala hal yang berkaitan dengan Jepang. Entah itu berawal dari kegemaran saya menonton anime, entah itu akibat saya suka mengkoleksi dan membaca manga, atau entah itu dampak ke-addict-an saya sama dorama namun yang pasti sekarang saya begitu mengagumi bahkan mencintai segala hal yang berhubungan dengan Jepang terutama seni kebudayaan, tempat wisata dan makanannya. Heheh. Makanya, saya begitu bersemangat begitu STiBA Satya Wacana salah satu universitas di kampung halaman saya berniat menggelar acara Japan Festival alias J-Fest pada tanggal 26-27 Mei 2012 yang lalu. Gyaahh, saya sampai bilang ke manager pribadi saya untuk membatalkan semua jadwal keartisan saya pada dua hari itu agar bisa menikmati acara tersebut dengan bebas. Muahahah. Oke abaikan. #plak

J-Fest bertajuk "Shinshun no Kiseki" alias Keajaiban di Musim Semi (cmiiw) ini merupakan event J-Fest pertama yang diadakan di Kota Salatiga secara besar-besaran. Tidak tanggung-tanggung saking banyaknya acara yang dipersiapkan acara inipun digelar selama dua hari. Ah saya bahagia. Akhirnya ada event seru yang sesuai dengan selera dan keinginan saya. Saya sampai berpikir dengan adanya acara seperti ini telah berhasil menaikkan nilai pesona Kota Salatiga sebesar satu tingkat. Hohoh. Yah, meskipun saya tidak menyaksikan keseluruhan acara yang diadakan namun ada beberapa acara seru yang saya saksikan dan akan saya jelaskan pada postingan kali ini nih stufliers. Hope you enjoy this post ya. :)

J-Fest Shinshun no Kiseki dibuka dengan penampilan taiko dari Fujiyama Gakkou Surakarta. Taiko atau yang dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai drum besar merupakan salah satu seni tradisional di Jepang. Mitosnya, Taiko muncul pertama kali pada saat Ame no Uzume berusaha merayu Amaterasu sang Dewi Matahari yang tengah bersembunyi di dalam gua sehingga dunia pun menjadi gelap gulita. Pesta besar-besaran pun diadakan di depan gua dengan tujuan untuk memancing Amaterasu keluar dari gua sehingga dunia pun kembali diterangi oleh cahaya matahari. Ame no Uzume pun ikut andil dalam memprovokasi Amaterasu agar keluar dari persembunyiaannya yakni dengan menari sambil menghentak-hentakan kakinya di dalam sebuah bak kayu. Suara yang ditimbulkan dari hentakan kaki pada bak kayu inilah yang kemudian berhasil memancing Amaterasu keluar dari gua dan kemudian menjadi cikal bakal munculnya seni Taiko. Dalam perkembangannya, Taiko kemudian tidak lagi menggunakan bak kayu namun beralih kepada drum-drum berbagai ukuran yang dipukul dengan tempo yang dinamis oleh para pemainnya. Sejarah mencatat, taiko bahkan pernah digunakan pada masa peperangan di Jepang sebagai sarana untuk membangkitkan semangat para pejuang, menolong menentukan langkah barisan serta mengatur perintah maupun pengumuman. Kini, taiko biasanya dimainkan pada saat perayaan-perayaan tertentu di kuil-kuil Jepang dan kesenian ini tidak hanya tersebar di seluruh wilayah Jepang saja melainkan sudah menyebar ke seluruh dunia seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris dan tentu saja Indonesia. Nah Fujiyama Gakkou ini merupakan salah satu kelompok yang mempelajari seni memukul genderang ini di Indonesia. Pada saat pembukaan acara J-Fest kemarin kelompok ini memainkan tiga performa berbeda yang (maaf) namanya entah apa itu saya lupa heheh. Tapi sumpah saya takjub menyaksikan penampilan mereka apalagi pada saat mereka menampilkan performa yang menceritakan seolah-olah para pemainnya tengah beradu kekuatan dalam memainkan masing-masing instrumen. Meskipun kelihatannya gampang tapi memainkan taiko membutuhkan tenaga yang sangat banyak, bayangkan mereka harus memukul drum besar sekuat tenaga mereka sambil terus bergerak kesana kemari. Bahkan ada salah satu performa yang meletakkan drum melintang di tanah yang berarti kuda-kuda dari para pemainnya harus semakin ke bawah mendekati tanah dan tentunya harus kokoh. Argh kakkoi ne. ^^d

Para Personel Fujiyama Gakkou

Duet Keren ^^d

Hebat euy!

Puas menyaksikan penampilan taiko dari Fujiyama Gakkou saya pun segera beranjak untuk mengikuti workshop yang diadakan pada hari pertama itu. Sebenarnya ada dua workshop yang ditawarkan pada hari itu yakni Workshop Manga dan Workshop Seiyuu. Setelah melewati berbagai pertimbangan matang seperti saya yang sama sekali tidak memiliki bakat dalam bidang gambar menggambar (Serius! Bahkan gambar saya mungkin akan selevel dengan anak TK nol kecil dan satu-satunya gambar yang bisa saya buat adalah gambar pemandangan dengan dua gunung, satu jalan di tengah menuju ke gunung dan sawah di kanan kirinya! Menyedihkan? memang hiks T.T ) akhirnya saya lebih memilih untuk mengikuti Workshop Seiyuu. Tunggu, apa itu Seiyuu? Seiyuu adalah sebutan untuk para pengisi suara di Jepang. Suara yang diisi tidak hanya sebatas kepada anime semata melainkan juga merambah ke permainan video, sandiwara radio, narasi, film (baik pendek maupun panjang, baik film dalam negeri maupun luar negeri) serta iklan komersial. Di negara matahari terbit sendiri, pekerjaan sebagai seorang seiyuu (dubber) merupakan salah satu pekerjaan yang dihormati dan biasanya seorang seiyuu yang sangat terkenal disana bisa memiliki ribuan fans. Waduh. Di Indonesia, proses dubbing suara ini dikenal dengan sebutan sulih suara (bukan alih suara) dan ternyata sudah dikenal sejak tahun 1970-1980an dimana pada waktu itu film layar lebar Indonesia masih jaya-jayanya. Sulih suara ini kemudian mulai merambah dunia pertelevisian melalui telenovela pertama yakni Escrava Isaura  yang ditayangkan TVRI di awal tahun 1990-an dan terus berkembang hingga detik ini. Workshop Seiyuu yang diadakan dalam J-Fest Shinshun no Kiseki kemarin mengundang dua dubber ternama Indonesia yakni Hana Bahagiana dan Agus Nurhasan serta seorang penerjemah anime yaitu Yunita Dian. Bagi para pencinta anime dan dunia dubbing Indonesia pasti sudah tidak asing dengan ketiga nama di atas, nah kalau yang masih awam? Well, suka melihat Naruto, One Piece, Honey Bee Hutch, atau mungkin Dora The Explorer? Nah, Kak Hana merupakan pengisi suara tokoh utama dari keempat kartun itu yakni si Naruto Uzumaki, Monkey D. Luffy, Hatchi, serta Boots dalam Dora The Explorer. Kak Agus sendiri merupakan pengisi suara untuk tokoh Suneo dalam Doraemon, Pria Bertopi Kuning dalam Curious George, serta tokoh Dark dalam D.N. Angel. Sedangkan Kak Dian merupakan penerjemah handal yang sering menerjemahkan anime dalam Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Indonesia semacam Doraemon, Astro Boy, bahkan reality show Jepang TV Champion. Pada awalnya jujur saya kaget bukan kepalang saya kira para pengisi suara tokoh-tokoh di atas masih muda-muda eh tidak tahunya diisi oleh para pria dan wanita dewasa nan mapan yang telah berkeluarga huahahah (ampun kakak-kakak semua :p). Selama workshop kemarin saya benar-benar mendapat pengetahuan terkait dunia dubbing di Indonesia. Ternyata dubbing itu bukan pekerjaan yang mudah loh, seorang dubber dituntut memiliki kemampuan penjiwaan yang mumpuni serta harus memiliki konsentrasi tinggi karena harus bisa melihat, mendengar dan berbicara dalam satu waktu sekaligus. Behh, apalagi dalam satu anime biasanya seorang anime tidak hanya mengisi suara satu tokoh saja namun bisa beberapa tokoh sekaligus. Saya sampai mlongo ketika melihat Kak Hana mempraktekkan tiga tokoh berbeda dalam satu scene anime. Pertanyaan saya setelah melihat itu, kok bisa? Memang para dubber punya berapa pita suara sih? Hahah.  Tapi sumpah workshop seiyuu kemarin asli oke banget apalagi saya dapat kenang-kenangan tak terduga dari Kak Dian. Muahahah arigatou na Kak Hana, Kak Agus dan Kak Dian. You guys rawkk!!

Tim Dubber

Kak Agus dan Kak Hana beraksi

Sesi Foto Bareng :D

Oke selanjutnya saya akan menceritakan beberapa acara yang saya lihat selama J-Fest Shinshun no Kiseki di hari kedua. Di hari kedua J-Fest STiBA Satya Wacana Salatiga dipenuhi oleh pertunjukan-pertunjukan berbau seni seperti penampilan band-band yang membawakan jpop maupun jrock, Japanese traditional dance, cosplay competition, dan juga kabaret show. Baiklah cerita akan saya mulai dengan cosplay competition yang memang salah satu agenda yang saya tunggu-tunggu dalam J-Fest kemarin. Meskipun, saya datang terlamabat tapi saya masih kebagian beberapa penampilan dari para cosplayer. Kalau ada yang tidak mengerti apa itu cosplay akan saya jelaskan disini. Pada dasarnya cosplay merupakan istilah Bahasa Inggris yang diciptakan masyarakat Jepang yang merupakan gabungan dari dua kata yakni costume (kostum) dan play (bermain). Cosplay kemudian dapat diartikan sebagai hobi mengenakan pakaian beserta aksesoris dan rias wajah seperti yang digunakan tokoh-tokoh dalam anime, manga, manhwa, dongeng, video game, maupun penyanyi dan artis idola. Para pelaku cosplay dikenal dengan sebutan cosplayer atau layer saja. Ternyata oh ternyata antusiasme Warga Salatiga dan sekitarnya dalam ikut berpartisipasi dalam cosplay comepetition cukup besar, ada sekitar 28 cosplayer yang turut berpartisipasi dalam lomba itu dengan mengenakan kostum yang beragam ada yang menjadi kamen rider, assasin, hingga lolita. Kedua puluh delapan cosplayer ini kemudian menunjukkan bakat mereka di depan penonton dan dinilai oleh tiga juri. Meskipun masih banyak yang sepertinya malu-malu kucing, namun banyak pula yang tampil all out dengan lompat kesana kemari sambil menghunuskan senjata yang dibawa ke berbagai arah seolah-olah tengah melawan musuh-musuh tak terlihat mereka. Nyaris ada insiden ketika salah seorang cosplayer melemparkan pedangnya ke udara. Waduh untung pedangnya jatuh ke spot yang sepi penonton pasalnya pedang yang dilempar itu pedang beneran  dan bukan pedang imitasi atau mainan seperti cosplayer yang lain. Waa lain kali hati-hati ya kakak, untung aja kemarin tidak kena siapa-siapa. -___-

Cosplayer-nya kepanasan hihih

Hiatt!!!

Sang Jawara nih gan
Acara berikutnya yang saya saksikan adalah kabaret show yang dipentaskan oleh kelompok JAICO J-Community dari Universitas Negeri Semarang. Kabaret sebenarnya bukanlah berasal dari Jepang melainkan dari Dunia Barat dimana biasanya hiburan yang ditampilkan merupakan kombinasi antara musik, komedi dan seringkali sandiwara maupun tari-tarian. Kabaret show di Jepang sendiri mulai dimainkan pada tahun 40-an dan sukses membetot ratusan pasang mata penikmatnya hingga sekarang. JAICO J-Community bagi saya pribadi sangatlah menghibur. Apalagi mereka menggabungkan cerita berbau Indonesia dengan tokoh-tokoh ala Jepang (dalam penampilan kali ini mereka mengenakan pakaian ala pasukan marine di anime One Piece) dan itu brilian banget! Berkisah tentang perjuangan seorang anak yang harus hidup sebatang kara setelah ibunya meninggal dunia karena keselek tulang ayam saat makan bersama (serius, jalan ceritanya sih seperti itu). Sebelum meninggal si Ibu berpesan kepada anaknya untuk mencari sang ayah yang konon kabarnya merupakan pasukan marine. Sang anak pun berjuang mati-matian (termasuk via Marine Idol nyahahah) untuk bisa bertemu dengan sang ayah yang ternyata kini bukanlah seorang marine namun seorang bajak laut yang merupakan musuh sang anak ketika sang anak telah berhasil menjadi seorang pasukan marine. Kisah pertemuan yang mengharukan antara sang anak dan sang ayah yang dibumbui konflik dengan admiral marine inilah yang disajikan JAICO J-Community dengan sangat menghibur. Meski terdapat beberapa pemainnya yang malu dan penjiwaan yang kurang tapi mereka sukses kok membuat para penonton yang melihat tertawa terbahak-bahak. Well done JAICO J-Community! :)

JAICO J-Community

Marine Idol

Please, don't kill me~
J-Fest Shinsun no Kiseki dipungkasi dengan penampilan guest star The Agony dari Jogja. Para penonton pun dibuat terhenyak manakala The Agony yang pada waktu itu membawakan tiga lagu termasuk satu lagu ciptaan mereka sendiri dengan baik. Namun kalau saya pribadi sih saya lebih suka penampilan band yang membawakan lagu Hitomi no Jyuunin-nya Laruku soalnya itu lagu favorit saya heheh. :p

The Agony
Dear all committees of J-Fest Shinshun no Kiseki STiBA Satya Wacana Salatiga. Well yah, terlepas masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu dibenahi disana-sini seperti penataan parkir penonton yang tidak jelas, penataan stan suvenir dan makanan yang menurut saya tidak ada kesan estetis sama sekali, serta minimnya sarana kebersihan namun saya secara pribadi sangat salut sama kalian semua. Kerja keras kalian patut diacungi dua jempol tangan ini. Kalau perlu saya pinjam jempol tetangga-tetangga saya satu kampung buat kalian semua. Saya salut sama keberanian kalian melawan mainstream hiburan di Salatiga dengan memunculkan sesuatu yang baru dan tentunya secara besar-besaran di suatu kota yang you know-lah kondisinya bagaimana. Bagi saya dan mungkin bagi para penggemar Jejepangan di Kota Salatiga, J-Fest Shinshun no Kiseki yang kalian buat terasa benar bagaikan sebuah keajaiban bagi kami. Setelah sekian lama hiburan yang ada cuma itu-itu melulu akhirnya ada hiburan yang sesuai dengan selera dan keinginan kami semua. Harapan saya sih, semoga kalian tidak kapok untuk mengadakan acara-acara serupa di tahun-tahun selanjutnya yang tentunya semakin baik dari tahun ke tahun serta acara yang kalian jalankan mampu menginspirasi warga Salatiga pada umumnya untuk menciptakan acara-acara baru di kota ini. Last but not least, I just wanna say: minna-san, yoku dekimashita. It's a really "kiseki" for us. *bowing* *sok-sokan pakai Bahasa Jepang* :p


Minna arigatou ne dan Salam Kupu-Kupu. ^^v

No comments:

Post a Comment