Monday, September 10, 2012

Cerita Bersama Tetangga Part VII: Traveling Dadakan Ke New Selo



Manusia bisa berencana, tapi Tuhan tetap yang menentukan. Kata-kata tersebut terus terpatri kuat di dalam segala aspek kehidupan yang tengah saya jalani. Berbagai peristiwa yang telah terjadi kadang membuat saya sadar akan kebesaran Sang Maha Kuasa dan begitu lemahnya kedudukan manusia di hadapan-Nya. Semua rencana yang telah saya susun, bisa saja tidak terlaksana atau gagal baik itu di awal, di tengah ataupun yang paling menyesakkan hati adalah gagal di detik-detik terakhir. Seperti yang baru-baru saja terjadi, rencana traveling yang saya susun bersama para tetangga untuk mengunjungi Dieng pada 26 Agustus 2012 akhirnya gagal terlaksana karena ada peristiwa yang tidak menyenangkan. Padahal, kami telah all out mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari rapat membahas itinenary, menentukan siapa yang menjadi bandar utama dan bandar tempat wisata bahkan saya juga sudah sempat berbelanja kecil-kecilan eh tapi tepat di malam hari sebelum kami berangkat, peristiwa tidak mengenakkan itu terjadi. Peristiwa apaan sih? Ah sudahlah, saya malas menceritakannya. Saya merasa berdosa dan tak enak hati kepada para tetangga, namun beruntunglah mereka semua dapat mengerti dan mengajak saya untuk menatap esok yang lebih cerah (eh, oke ini ngelanturnya kemana-mana *ditabok pakai sendal*). Sayapun memutar otak, mencoba menentukan alternatif-alternatif lain. Yang dipikiran saya cuma satu, saya tidak mau mengecewakan para tetangga saya yang mungkin sudah antusias namun antusiasme itu meredup seiring terjadinya suatu peristiwa menyebalkan di detik- detik terakhir. Sayapun mencoba mengingat segala perkataan teman-teman saya yang lain terkait tempat wisata yang dekat dengan Salatiga, dan tentunya belum pernah kami kunjungi sebelumnya. Aha! Saya teringat! Saya teringat satu objek wisata yang dulu pernah dikatakan oleh salah seorang sahabat saya. Saya pun mengutarakan altenatif itu kepada para tetangga saya, "Err, kita tetap jalan-jalan. Tapi bagaimana kalau obyeknya kita ganti ke New Selo?". Saya deg-degan.

Saya masih ingat, pada awalnya raut muka para tetangga saya langsung menyiratkan aroma kebingungan. Saya paham, mungkin itulah kali pertama mendengarkan nama New Selo (benar kagak para tetangga sekalian? ^o^). Sayapun mencoba menjelaskan kepada mereka semua secara sederhana dan seadanya. Yah, sekali lagi saya sendiri juga belum pernah ke New Selo dan hanya berbekal cerita dari sahabat saya doang. Alhamdulillah, mereka menyetujuinya. Kamipun sepakat 26 Agustus 2012 rencana jalan-jalan kami yang semula ke Dieng diubah ke New Selo dan berangkat jam lima pagi. Titik. *kasuspun ditutup*
Keesokan paginya, kamipun telah bersiap untuk menjelajahi jalanan pegunungan yang akan kami lewati dalam rangka mencapai Obyek Wisata New Selo yang terletak di kaki Gunung Merapi. Kami berlima (saya, Mbak Vica, Decky, Mbak Reza dan Dody) pun bersemangat melawan dinginnya jalanan di pagi hari dengan berbekal sedikit informasi terkait obyek wisata yang akan kami kunjungi. Semuanya serba nekat. Sebentar-sebentar kami bertanya kepada orang-orang yang kami temui di jalan. Untungnya lagi sekarang sudah jaman modern, tidak tahu arah tinggal mengandalkan GPS di handphone saya manakala kami tidak terlalu yakin dengan jalan yang kami ambil. Ah teknologi benar-benar memanjakan.

Setelah berkutat melewati rute jalanan Ampel yang sepi, dingin, naik turun, dan berkelok-kelok akhirnya sampailah kami semua di daerah Selo. Pemandangan di sepanjang jalan sungguh indah, perkebunan penduduk di kanan kiri jalan dengan latar belakang Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang bersanding megah membuat perjalanan terasa menyenangkan dan mengasyikkan. Kamipun menyempatkan rehat sejenak di Pasar Selo untuk memuaskan perut yang sedari tadi terus meminta jatah sarapannya. Puas mengisi perut, kamipun melanjutkan perjalanan kembali ke New Selo yang terletak tidak terlalu jauh dari Pasar Selo.  Nyaris terjadi kejadian yang memalukan dimana motor yang saya kendarai dan juga motor yang dikendarai oleh si Decky nyaris tidak kuat untuk berjalan menanjak menuju New Selo. Saya terlambat untuk menarik gas kencang (atau karena beban yang terlalu berat? :p) sehingga motorpun berjalan seperti siput dan ngeden-ngeden. Wih, malu sumpah apalagi dilihatin para pendaki yang hendak mendaki Gunung Merapi dan juga para warga sekitar. Syukurlah, meski sedikit bersusah payah akhirnya sampailah kami semua di New Selo atau yang aslinya bernama Pos Joglo II. Sekilas tentang obyek wisata New Selo, sejatinya New Selo merupakan salah satu pos pendakian dari Gunung Merapi. Pos pendakian yang terletak di Desa Lencoh dan berjarak kurang lebih 5 Km dari puncak Gunung Merapi ini pada tahun 2003 ditata ulang oleh Pemkab Boyolali dengan harapan kelak kawasan New Selo bisa menjadi salah satu potensi wisata di Kabupaten Boyolali. Maka dibuatlah tulisan besar "NEW SELO" dengan mengadopsi konsep dari tulisan "HOLLYWOOD" di California sana. Tulisan ini bisa kita lihat dari Pasar Selo atau depan Kantor Kecamatan Selo manakala cuaca cerah dan tidak berkabut. Dibangun pulalah gardu pandang yang bisa digunakan wisatawan untuk menikmati Gunung Merbabu yang berdiri agung di kejauhan dan juga bila beruntung bisa menyaksikan puncak dua gunung sekaligus yakni Gunung Merapi dan Gunung Merbabu manakala cuaca sedang cerah dan tidak berawan. Sayangnya kondisi Obyek Wisata New Selo kini terlihat tidak terurus. Gardu Pandang terkesan kumuh dan banyak coretan tangan-tangan jahil di dinding-dindingnya, sarana MCK pun tidak berfungsi, bahkan area parkir pun masih beralaskan tanah. Sayang banget deh. Padahal, saya tidak berbohong nih ya, pemandangan disana itu keren pakai banget!

Jalan yang kami lewati

Nampang dulu di jalan
Welcome to New Selo

Gardu Pandang New Selo
Gunung Merbabu dari Gardu Pandang

Gunung Merapi dari Gardu Pandang

Pose duyuuu huahah

Oleh karena matahari yang mulai naik dan angin gunung yang berhembus bertambah kencang, kamipun memutuskan untuk turun. Berbekal informasi dari Bapak Tukang Parkir (ongkos parkir sebesar Rp 2.000,00 per motor), kita bisa melihat film tentang Merapi dan sejarah erupsinya di Pos Joglo I yang terletak di bawah. Kamipun tertarik dan sepakat untuk mengunjungi Pos Joglo I terlebih dahulu sebelum kami pulang. Pos Joglo I merupakan kawasan wisata yang dibangun dengan menyediakan teater terbuka model colloseum dan pendapa joglo di tengah-tengahnya. Di tempat inilah kita sebenarnya bisa menyakiskan film tentang Gunung Merapi dengan ongkos sekali pemutaran untuk rombongan sebesar Rp 50.000,00. Sayangnya, pada saat kami sampai disana loket pemutaran film masih tutup. Allah pun menunjukkan kuasa-Nya, mungkin karena tidak ingin melihat kami bersedih kembali ternyata pada saat itu di Pos Joglo I tengah ada acara Parade Kesenian Tradisional dan Musik Akustik. Kamipun bertanya kepada salah seorang petugas dan diperolehlah jawaban bahwa acara akan dimulai siang nanti dan kali ini tidak dipungut bayaran (biasanya sih, penonton dikenai biaya sebesar Rp 3.500,00 per orang). Alhamdulillah, lumayan dapat tontonan gratis. Kamipun memilih menunggu acara itu dimulai karena penasaran dengan Tarian Topeng Ireng yang menjadi bintang utama dalam acara kali itu.

Pendopo Pos Joglo I

Narsis duyuu ah 

Parade Kesenian Tradisional dan Musik Akustik

Lama menunggu sampai hampir mati gaya akhirnya acara tersebut pun dimulai. Acara dibuka oleh pertunjukan musik akustik dari grup musik lokal yang kualitasnya lumayan jugalah. Kalau tidak salah ada 3 lagu yang dibawakan oleh grup musik tersebut sebelum kemudian saat-saat yang kami nanti tiba. It was Topeng Ireng Dance! Ini pertama kalinya kami menyaksikan tarian topeng ireng secara langsung sehingga ada beberapa dari kami (Mbak Vica, Decky dan Mbak Reza) yang ketakutan. Yah, mereka takut karena dikiranya para penari topeng ireng kelak akan kesurupan dan bertingkah laku yang tidak-tidak seperti para saudara mereka yakni jaran kepang ataupun reog. Mbak Vica dan Decky pun menyingkir agak jauh dari pendopo sedangkan Mbak Reza setelah mengumpulkan keberanian akhirnya mengikuti saya dan Dody yang telah terlebih dahulu memilih spot enak untuk menyaksikan pertunjukan tersebut dari dekat. Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng (Toto= menata, Lempeng= lurus, Irama= musik/nada, dan Kenceng= keras) sehingga dalam pertunjukannya para penari pun berbaris lurus dan menari diiringi dengan musik yang berirama keras dan heboh. Kostum merekapun tak kalah heboh, mereka memakai semacam topi yang dihiasi bulu berwarna-warni mirip dengan topi-topi yang sering dipakai oleh Suku Indian. Muka para penari juga dihias menyerupai riasan Suku Indian. Sedangkan bawahan yang mereka pakai berupa rok berumbai-rumbai mirip dengan bawahan khas dari Suku Dayak (kesenian ini bahkan juga disebut dengan Dayakan). Yang paling heboh, apalagi kalau bukan sepatu mereka, kabarnya di setiap sepatu mereka tergantung sebanyak 200 buah kelintingan yang membuat suara riuh sepanjang para penari menari. Para penari pun menari dengan penuh semangat dan membentuk berbagai formasi seperti membuat persegi dan juga lingkaran sembari mengikuti suara musik yang dimainkan oleh para pemain lain menggunakan kendang, gamelan, seruling, bende, dan lain sebagainya. Pokoknya, keren abis deh!

Mas Vokalis Grup Akustikan yang entah apa itu namanya
Topeng Ireng in action

Ini leadernya kalau gak salah

Krintang Krinting heboh!

Segala sesuatu bila kita ikhlas menjalaninya tentu akan berbuah indah. Siapa sangka rencana traveling kami yang hancur berantakan dan terpaksa berganti rencana yang serba dadakan bakalan membawa berbagai pengalaman berharga bagi kami. Tuhan memang selalu memilihkan yang terbaik bagi seluruh umat-Nya. Perjalanan kami ke New Selo membuat saya sadar, bahwa kuasa Allah memang di atas segala-galaNya. Saya menyebut perjalanan traveling kali ini sebagai traveling dadakan yang berbuah manis. Satu lagi hal yang saya dapatkan dari perjalanan kali ini adalah...keinginan untuk mendaki gunung setidaknya satu kali saja dalam seumur hidup saya! Melihat Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang menjulang tinggi dari dekat entah kenapa sukses membuat saya merinding dan suara hati saya berkata bahwa suatu saat nanti saya harus bisa mendaki gunung. Entah gunung apa nantinya yang akan saya daki. Belum lagi kebersamaan para pendaki yang saya lihat sepanjang saya berada di New Selo itu solid banget deh, melihat mereka saling membantu, bercanda bersama, atau makan bersama membuat keinginan saya untuk mendaki gunung semakin menggebu-gebu. Kalau diingat, saya sering jalan-jalan ke Pantai, ke Pusat Budaya, ke Candi, ke Goa tapi belum pernah sekalipun saya mendaki gunung dengan dua kaki saya ini (bahkan ke Gunung Telomoyo sampai ke puncaknya saja saya naik motor hahah). Well yah, sekali lagi itu masih berupa mimpi saya. Mimpi yang suatu saat semoga saja bisa terwujud. Untuk kali ini sih mungkin saya harus mempersiapkan fisik dan mental dulu saja deh ya. Err, ada yang mau menemani saya naik gunung?? Hohoh.


Salam Kupu-Kupu dan Terima Kasih Tetangga ^^d


P.S. Kalau ada yang penasaran dengan Tarian Topeng Ireng, nih ada sedikit video yang merupakan hasil rekaman dari Mbak Reza (@meggy_bersinar). Selamat menikmati!


6 comments:

  1. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    jujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    ReplyDelete
  2. mantabs nih kalau ramai kesanaenak nih apalagi kalau adayang nemenin sama istri

    ReplyDelete
  3. baguss yaaa.. kapan2 ajak aku kesana doong gan.. :p
    besok2 kalo jalan2 lagi, itenerarynya dicantumin dong,, hehe

    ReplyDelete