Thursday, April 18, 2013

Menghabiskan Senja Di Kalasan, Menuntaskan Malam Di Prambanan



Jam sudah menunjukkan pukul empat sore ketika kami sampai di Kalasan-suatu daerah yang menjadi bagian dari Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Masih sekitar 3,5 jam lagi sebelum pertunjukan Sendratari Ramayana yang akan kami tonton dimulai. Sabtu (7 April 2013) lalu, saya, papa, mama, kakak serta adik saya memang tengah menyambangi Jogja karena sekalian mengantarkan Bude saya pulang. Err, tapi kalau dipikir-pikir sudah jauh-jauh ke Jogja masa cuma ngantar terus pulang? Akhirnya kedua orang tua saya memutuskan untuk mengadakan jalan-jalan dadakan dan tujuannya biar nanti lihat saja waktu sampai disana. Setelah itu , sampailah pada keputusan kami kalau hari itu akan kami gunakan untuk menikmati sendratari di Candi Prambanan. Mama saya memutuskan untuk booking terlebih dahulu menggunakan telepon. Kamipun segera berangkat ke Jogja dan ternyata kami sampai disana 3,5 jam lebih awal dari pertunjukan tersebut. Setelah istirahat dan sholat sebentar, saya mengusulkan untuk menyambangi Candi Kalasan terlebih dahulu. Yah, mumpung dekat dan sekalian menghabiskan waktu kan ya?


Candi Kalasan adalah Candi Budha aliran Mahayana yang letaknya tidak jauh dari Candi Prambanan, mungkin kurang lebih sekitar 2 Km dari sana. Candi ini bahkan terletak tidak jauh dari jalan raya dan terlihat ketika kita hendak menuju pusat kota Jogja dari arah Solo. Untuk masuk ke dalam area candi ini, setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 2.500,00 per orang. Candi ini berbentuk persegi dan memiliki atap berbentuk segi delapan. Menurut Prasasti Kalasan, candi seluas 45x45 meter ini dibangun pada 778 Masehi pada masa Rakai Panangkaran sehingga menjadikannya sebagai candi tertua dari keseluruhan candi dalam Rangkaian Prambanan. Candi ini dibangun untuk menghormati dan memuja Dewi Tara yang merupakan lambang dari kebebasan serta kemerdekaan jiwa. Sayangnya, kondisi candi ini cukup memprihatinkan. Meski telah dipugar sebanyak dua kali akan tetapi kondisinya tetap rusak. Menurut salah seorang petugas, candi ini tidak bisa dipugar secara keseluruhan karena banyak bagian dari candi tersebut yang hilang entah kemana. Bahkan konon dulu juga ada arca perunggu besar yang sekarang keberadaannya juga tidak diketahui. Sayang banget.

Candi Tak Bertangga

Puing-Puing 

Beberapa bagian dari candi lama yang tidak bisa dipugar kembali pun tersusun rapi di pinggir-pingir candi. Kami berkeliling mengelilingi area candi tersebut, area selatan mungkin adalah area paling baik kondisinya daripada area-area lain. Saya pun mencoba untuk melihat ke dalam candi. Tidak seperti candi-candi lain, untuk masuk dan melihat ke dalam Candi Kalasan tidak ada anak tangga yang bisa kita lewati. Loh, terus gimana dong masuknya? Err, kalau mau masuk kita harus hati-hati meniti bebatuan candi yang tampak menonjol keluar dan bisa dijadikan pijakan. Wih, agak ngeri juga naik ke atasnya. Ngeri aja kalau tiba-tiba candinya rubuh gara-gara saya salah menginjak batuan. Satu, duaa, tigaaaa haaaaaap...sampailah saya di depan pintu dalam candi. Selamat! Saya menengok ke dalam. Loh? Kok kosong? Serius, saya kira di dalam akan ada arca yang menyambut tapi ternyata dalamnya hanya ruangan kosong mlompong saja dengan ada beberapa sesaji yang terserak di lantainya. Ruangan dalam candi juga nampaknya menjadi rumah bagi para kelelawar karena bau khas kotoran hewan tersebut merebak di sekitar ruangan. Tak mau berlama-lama, saya memutuskan untuk segera keluar dan turun ke bawah. Ah, ada satu yang unik dari Candi Kalasan. Meski masih bersifat praduga, konon katanya candi ini adalah candi yang menunjukkan rasa toleransi beragama masyarakat Mataram Kuno. Meskipun candi ini merupakan Candi Budha aliran Mahayana akan tetapi Rakai Panangkaran sendiri kabarnya menganut agama Hindu. Rakai Panangkaran adalah putra dari Raja Sanjaya atau Rakai Mataram yakni raja pertama Mataram Kuno. Candi ini dibangunnya untuk diberikan kepada sangha (kelompok biarawan) dan dibangun bersama antara masyarakat Hindu dan Budha pada masa itu. Keren ya? Meski agak pathetic juga karena di jaman sekarang justru kelompok-kolompok agama di Indonesia malah saling gontok-gontokan. Dih, malu sama masyarakat Mataram Kuno euy. *kabur*



Papa-Adek-Bude-Mama-Kakak-Saya

Tak terasa waktu pun bergulir. Senja semakin menghilang dan hendak berganti malam. Setelah foto-foto ala keluarga cemara nan bahagia, kami memutuskan untuk segera menuju lokasi sendratari. Saat mobil baru berjalan sekitar 300 meteran tiba-tiba hujan deras mengguyur Jogja. Waduh, payah nih. Masih ada sekitar satu setengah jam sebelum pertunjukan sendratari dimulai. Kami yang kelaparan memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu sembari menunggu hujan mereda. Sayangnya, sampai selesai makan pun hujan masih saja turun dengan derasnya. Saya terpaksa jadi tukang ojek payung dadakan sesampainya di Theater Trimurti tempat diadakannya pertunjukan sendratari. Jemput mama, antar ke gedung, jemput bude, antar ke gedung, begitu seterusnya sampai semua anggota keluarga saya sukses terangkut. Mama saya kemudian membayar tiket pertunjukan yang cuma diadakan tiap hari selasa, kamis dan sabtu ini. Tiket yang kami beli adalah tiket paling murah yang ditawarkan yakni sebesar Rp 100.000,00 per orang. Seluruh penonton diminta menunggu terlebih dahulu sekitar 30 menitan sembari berharap hujan segera mereda, pasalnya hari itu jadwal pertunjukan sendratari adalah outdoor dengan latar belakang Candi Prambanan. Namun hujan tidak menunjukkan tanda-tanda hendak mereda, sebaliknya malah semakin deras saja. Oleh karena itu, penyelenggara memutuskan pertunjukan diadakan secara indoor di Theater Trimurti.

Tiket Ramayana Ballet

Para Sinden dan Niyaga

Seperti pada pertunjukan-pertunjukan lainnya, tiket paling murah adalah tiket dengan posisi duduk paling tidak nyaman. Kami sekeluarga di tempatkan di sayap kanan theater di belakang serombongan anak SMA yang berisiknya minta ampun. Sialnya anak-anak SMA ini berisiknya nggak kira-kira, bahkan saat MC membacakan peraturan-peraturan menonton sendratari mereka tetap aja berisik. Akhirnya, saya dan bude  beserta serombongan penonton lain yang merasa terganggu terpaksa menyuruh mereka diam. Ssssssttt berisiiikkk! Yes, mereka langsung terdiam sembari melirik-lirik ke arah kami. Saya pelototin dah salah satu dari mereka yang kebetulan paling berisik. Apa lo? *pasang muka jutek* Tak berapa lama, para pemain gamelan dan sinden masuk dan menempati posisi mereka masing-masing. Lampu theater pun dimatikan pertanda sendatari akan segera dimulai. Sekompok penari masuk dan menari sesuai dengan jalan cerita. Selama dua jam lebih, para penonton akan disajikan tari-tarian yang sesuai dengan Cerita Ramayana nan terkenal itu. Eh, ada yang tidak tahu cerita ramayana? Baiklah, saya akan menceritakannya secara ringkas. Baik kan saya? Heheh. Jadi, Cerita Ramayana adalah kisah percintaan antara Dewi Shinta putri Prabu Janaka dengan Rama Wijaya seorang putra mahkota dari Kerajaan Ayodya. Sayangnya, kisah percintaan mereka berjalan tidak begitu mulus karena ulah Rahwana seorang Raja Alengka yang memendam rasa dengan Dewi Shinta. Dengan tingkah laku liciknya, Rahwana kemudian berhasil menculik Dewi Shinta di Hutan Dandaka. Kisah pun terus berlanjut dengan usaha Rama dalam mencari sang dewi pujaan hati ke Alengka. Dengan dibantu Hanuman seekor kera putih yang sakti mandraguna akhirnya Rama berhasil mengalahkan Rahwana dan mendapatkan kembali Dewi Shinta. Meskipun Rama sempat meragukan dan menolak Dewi Shinta karena menganggap Dewi Shinta telah ternoda akan tetapi Rama bersedia menerima kembali setelah Dewi Shinta membuktikan kesuciannya dengan membakar diri. Namun karena benar, Shinta pun tidak terbakar api dan Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Duile, ribet amat yak si Rama? -_-

Dewi Shinta dan Ayahnya


Pasukan Rahwana

Rama mengalahkan Rahwana. Yay!

Ciee pacaran cieee

Pertunjukan sendratari diakhiri dengan sesi foto bersama. Iya, jadi para penonton diberikan kesempatan untuk berfoto bersama dengan para penari setelah pertunjukan usai. Tapi, harus cepet-cepetan sama ratusan penonton lain heheh. Ah, akhirnya kesampaian juga nonton Sendratari Ramayana. Menonton sendratari ini adalah salah satu bucket list saya di agenda traveling, meski tiketnya yang lumayan mahal membuat saya tidak terlalu ngebet buat menonton. Makanya ketika kedua orang tua mengajak ke Jogja, saya selalu membujuk untuk menonton sendratari itu dan baru kesampaian kemarin heheh. Namun, secara jujur dari hati yang terdalam kok saya tidak terlalu puas dengan pertunjukan sendratari kemarin ya? Apa gara-gara saya sedikit kecewa karena hujan deras membuat sendratari akhirnya ditampilkan secara indoor? Apa karena bayangan saya sebelumnya terlalu tinggi? Well, tapi saya tetap mengapresiasi pertunjukan itu kok. Tetap keren tapi buat saya pribadi sih kurang puas aja. Wait, ternyata bukan hanya saya doang yang kurang puas. Mama saya yang sebelumnya pernah nonton pertunjukan ini juga mengutarakan rasa kekurangpuasannya pada pertunjukan kemarin. Katanya sih kurang total dibandingkan pertunjukan sebelumnya yang ditonton. Tariannya kurang enerjik dan tidak ada atraksi-atraksi spesial. Berbeda dengan mama saya, bude justru menyoroti ketidakpuasannya kepada para pemain terutama kepada Rama yang menurutnya kurang cakep dan cungkring! Buahahahah. Eh mama saya juga mangut-mangut sembari menambahi kalau si pemeran Dewi Shinta juga kurang semok dan kurang luwes. Hahahah parah, begini ini nih kalau jalan-jalan sama emak-emak. Ada aja yang dirumpiin! Jam menunjukkan malam yang semakin larut. Kami pun segera mengakhiri perjalanan hari itu dengan segera menuju ke pusat kota Jogja. Kasurrrrrrr mana kasuuuuurr.


Salam Kupu-Kupu ^^d

P.S. Maaf, foto-foto Sendratari Ramayana ngeblur parah karena cuma modal kamera hp dan pocket tanpa flash. Penyelenggara memang melarang penonton memotret dengan flash, mungkin takut konsentrasi para penari buyar. Eh, efek tempat duduk juga ngaruh nampaknya. Huks. :'(

3 comments:

  1. wogh joss bangetlah Ngga kalo soal melaporkan deskripsi dari suatu rempat. detail sedetail-detailnya Ngga! hhaha..

    Loh, itu kok ada dosen saya itu??? Loh lohhh???heehehehe...

    bagus, Ngga, ajak aku jalan jalan lagiiii....:3 hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masa? Padahal banyak yg lupa loh.
      hahahah ya iyalah dosenmu kan juga butuh liburan. :p
      siap, awal mei kan?

      Delete