Sunday, October 27, 2013

3 Small Things I've Done During My Short Trip To Jakarta

Bisa tebak, saya duduk dimana?

Alkisah, saya lagi suntuk. Suntuk menunggu kereta yang tak kunjung tiba. Nantinya kereta yang bakal saya naiki adalah kereta terakhir yang berangkat dari Stasiun Gambir, Jakarta. Sudah berbagai sudut dari stasiun ini saya jelajahi. Terduduk di kursi tunggu yang satu ke kursi tunggu lainnya. Waktu rasanya berjalan lambat sekali, selambat laju kendaraan di Jakarta manakala tengah macet. Lantas daripada bingung, saya memulai aktivitas ini. Terduduk pada kursi tunggu paling pojok di pintu masuk selatan. Memainkan jempol saya di atas android kesayangan, dan kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan singkat mengunjungi ibukota negara.



Saya tak pernah menyangka bakal merasa se-familiar ini dengan Stasiun Gambir. Padahal ini baru kali ketiga saya disini. Saya juga tak pernah mengira dalam beberapa bulan belakangan jadi lumayan sering mengunjungi Jakarta. Semua gara-gara dan demi perjuangan menjemput impian. Kebanyakan perjalanan saya ke kota besar ini sebatas perjalanan singkat. Berangkat malam dari Semarang, tiba subuh, pulang lagi ke Semarang sore atau malam harinya. Otomatis, saya belum sempat menjelajah kemana-mana. Padahal, ada banyak hal yang kepingin saya lakukan disini.

Kali ketiga ini cukup berbeda. Berkat bersua dan ditemani dua teman jaman kuliah dulu, Pundan dan Ardhan akhirnya saya bisa stay dua hari satu malam disini. Berkat mereka pulalah, saya bisa melakukan beberapa hal yang dari dulu saya inginkan kalau diberi kesempatan menjelajahi kota yang dijuluki The Big Durian itu. Err, mungkin bagi sebagian orang cerita saya ini biasa banget. Terdengar lucu dan kampungan malah, ah tapi terserah deh. Toh bagi saya, selalu ada cerita darimana saja, even from things or places which most people thought them as ordinary. 

Pundan-Ardhan, dua teman penyelamat saya kemarin.
Terima kasih kalian berdua.


1. Kesampaian Naik Bajaj

Si Abang super ramah

Dari dulu saya punya keinginan naik bajaj. Kendaraan beroda tiga ini sudah menjadi semacam bagian sejarah dari Jakarta mengingat telah lama beroperasi disana. Keinginan saya sempat memuncak pada jaman SMP, jaman dimana waktu itu saya tengah kecanduan sitkom Bajaj Bajuri. Ah, rasanya asyik banget pasti berkeliling jalanan Jakarta pakai bajaj apalagi kalau disupirin Mat Solar. Hahah. Anyway, kemarin itu saya tidak hanya sekali doang naik bajaj tapi sampai tiga kali.

Bajaj biru di tengah macetnya Jakarta

Pengalaman pertama adalah naik bajaj dari Stasiun Pasar Senen ke Gambir. Disupirin oleh abang pendatang dari Bumiayu (Brebes) yang ramahnya minta ampun. Saking ramahnya, sepanjang jalan si abang mengajak ngobrol mulu bahkan sampai berpesan "hati-hati di Jakarta" seturunnya dari bajaj. Pengalaman kedua berlangsung biasa aja. Nah, pengalaman ketiga bikin saya sadar tentang fungsi bajaj dalam menyelap-nyelip sepanjang kemacetan. Sopir bajaj kali ini garang banget dalam menerabas jalanan. Mau lewat jalan kecil penuh polisi tidur, lewat jalanan yang ramai kendaraan, hingga pinggiran jalan sekalipun dilibas dengan kecepatan penuh dan non stop klakson. Duh, perut serasa diaduk-aduk. Saya curiga si bapak supir sepertinya mantan stunt-man film Fast and Furious: Bajaj Drift! Eh, emang ada? *dikeplak Vin Diesel*

2. Hello Monas!



Silahkan tertawa. Tapi baru kemarin inilah, kali pertama saya masuk ke area dalam Monumen Nasional. Semua berkat ajakan Pundan dan Ardhan demi menghabiskan waktu menunggu kedatangan kereta kami masing-masing, yang tentu saja pemenangnya adalah saya. Heheh. Untung saja, Monas jaraknya sepelemparan batu dari Gambir. Tinggal jalan kaki sebentar, sampai deh di area luar Monas.

Dua teman saya lagi gak sadar sedang di-candid :)

Meski tidak bisa masuk ke atas karena sedang direnovasi, saya sudah cukup puas bisa menikmati Monas dari luar saja. Sore ini area luar Monas tampak ramai oleh pedagang beraneka macam barang juga oleh panitia Jakarta Marathon 2013 yang akan diadakan keesokan harinya. Ratusan pengunjung lain tampak pula tengah berolahraga sore, atau sekedar menikmati keindahan monumen kebanggan Indonesia ini. Oh, saat kesana, saya bertemu dengan pengamen berkostum Ondel-Ondel. Coba tebak? Perasaan ngeri mendadak menyergap saya sama seperti saat saya melihat badut. Beh, hawanya pengen lari atau ngumpet aja.

3. Nostalgia makan Kerak Telor


Si Abang tengah beraksi
Kalau diingat, dulu pas masih berusia satu digit saya pernah dibelikan papa kerak telor di Jakarta. Tapi dulu saya ogah-ogahan makannya. Sempet juga beli kerak telor di Semarang dan Solo, namun pengalaman kemarin menyadarkan saya kalau rasa kerak telor Jakarta beda banget sama yang saya beli di Solo/Semarang.

Momen awkward: momen ketika
si abang sadar kalau lagi di-candid

Satu porsi kerak telor hasil patungan kami bertiga pun sudah ada di depan mata. Kami membeli dari salah seorang pedagang yang mangkal di area dalam Monas. Pundan dan Ardhan memberikan kesempatan buat saya untuk mengambil terlebih dulu. Saya ambil bagian kecil dan rasa asin begitu terasa dari tiap bagian dari Kerak Telor. Serundeng (toping yang terbuat dari parutan kelapa)-nya aja asin kok. Kata Ardhan yang sempat menghabiskan 9 tahun di Jakarta, kerak telor disini memang rasanya ya asin seperti itu. Sedangkan kalau dari pedagang kerak telor di dua kota Jawa Tengah tadi rasanya justru dominan manis. Mungkin memang sudah dicocokkan dengan lidah orang Jawa yang gemar masakan manis.

Tak terasa sembari menulis seperti ini waktu menunggu kereta sudah tinggal 30 menit lagi. Petugas sudah memanggil seluruh penumpang yang masih ada di ruang tunggu untuk segera menuju ke peron. Sudah dulu ya ceritanya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca postingan ini. Postingan tentang tiga hal kecil yang sudah saya lakukan selama kepergian singkat di ibukota. Semoga masih ada kesempatan lain untuk menuju ke Jakarta sehingga saya bisa memenuhi keinginan-keinginan lain saya seperti naik Trans Jakarta, jelajah Kota Tua, mengunjungi duo Katherdal-Masjid Istiqlal, dan sebagainya. So, i'll see you again Jakarta!

Salam Kupu-Kupu, ^^d

P.S. Tulisan ini dibuat selama proses tiga jam menunggu kereta di Stasiun Gambir, Jakarta-seorang diri. Catat, seorang diri. Baru sempat dipost sekarang karena perlu merapikan tulisan dan menambahkan gambar pendukung. :)

No comments:

Post a Comment