Friday, June 3, 2016

Berkeliling Pura Mangkunegaran



Berdasarkan catatan sejarah, Pemerintah Hindia Belanda tak hanya memecah Kesultanan Mataram menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Pada 17 Maret 1757 lewat Perjanjian Salatiga, terbentuklah sebuah kerajaan kecil baru bernama Kadipaten Mangkunegaran dimana Raden Mas Said diangkat menjadi raja pertama berjuluk KGPAA Mangkunegara I. Kerajaan kecil ini terus bertahan hingga sekarang, bahkan kini termasuk ke dalam salah satu destinasi wisata andalan di Kota Solo.

Jam sudah menunjukkan pukul satu lewat empat puluh lima menit saat saya ditemani Ancha dan Mbak Ulik tiba di halaman parkir Pura Mangkunegaran. Sebenarnya, kedatangan kami mendekati waktu tutup - jam 14.00 WIB - tapi kami tetap disambut ramah oleh seorang pria petugas resepsionis.

Sehabis membayar tiket masuk, pria itu mempersilahkan kami untuk menunggu sebentar sementara ia memanggil temannya yang bertugas sebagai pemandu. Tak lama, seorang wanita berjilbab mendatangi kami dan mengatakan ia adalah pemandu yang akan bertugas menemani berkeliling.

Pemandu kami memperkenalkan diri dengan nama, Susi, dimana dari tindak tanduknya jelas terlihat ia sudah malang melintang menjadi pemandu di tempat ini. Ia langsung mengajak kami untuk bergerak ke sebuah pendapa besar di halaman muka Pura Mangkunegaran yang dijaga oleh empat patung singa berwarna emas.

Ancha dan the guardian of Pendapa Ageng. 

Pendapa besar ini bernama Pendapa Ageng yang tercatat memiliki luas 3.500 meter persegi - menjadikannya sebagai pendapa terbesar di Indonesia. Katanya, pendapa itu dibangun tanpa menggunakan paku sama sekali.

Pendapa Ageng

Di pendapa inilah berbagai tari-tarian sering dipentaskan, serta menjadi pusat acara penyambutan tamu. Ada empat set gamelan dengan nama dan fungsi berbeda yang turut menjadi penghuni Pendapa Ageng.

Bagian paling menarik dari Pendapa Ageng, menurut saya, terletak pada bagian atapnya. Atap pendapa dihiasi oleh lampu gantung nan cantik, serta lukisan yang sarat makna. Ada lukisan serupa bagian pantat kartu dengan warna yang berbeda-beda (tentu dengan makna berbeda pula, seperti: warna biru untuk mencegah musibah, warna hitam untuk mencegah lapar, dsb) serta zodiak Hindu-Jawa.

Dari samping, lampu hias di Pendapa Ageng terlihat biasa,
tapi kalau di foto dari bawah begini kelihatan artistik sekali.

Lukisan batik serupa pantat kartu di atap Pendapa Ageng.

Oh, selama berada di area Pendapa Ageng, Mbak Susi memberikan kami masing-masing satu buah kantong plastik besar berwarna hitam yang digunakan sebagai tempat alas kaki. Setiap pengunjung memang diharuskan untuk melepas alas kaki selama mengikuti tur keliling Pura Mangkunegaran. Plastik ini jangan dibuang karena nanti akan diminta kembali dan digunakan oleh pengunjung berikutnya.

Mbak Susi dan Mbak Ulik. Dua jempol saya berikan buat
keahlian guiding dari Mbak Susi. Mbak Susi ini orangnya
selain informatif, humoris juga tukang foto sekaligus
penata gaya yang handal.

Bangunan yang berada setelah pendapa ageng bernama Pringgitan. Pringgitan ini semacam beranda terbuka yang biasanya dipakai sebagai tempat mementaskan wayang dan tempat pertemuan. Ada insignia bertuliskan tahun 1866 yang tertempel di rusuk atap muka beranda - penanda kapan beranda dan bangunan di belakangnya dibangun. Lukisan dari penguasa Pura Mangkunegaran sekarang yakni KGPAA Mangkunegara IX beserta istri tampak menempel di dinding Pringgitan.


Pringgitan



Lukisan KGPAA Mangkunegara IX.


Mbak Susi kemudian mengajak kami masuk ke dalam bangunan di balik pringgitan, dengan satu syarat: DILARANG MEMOTRET. Kami mengangguk dan segera mematikan seluruh kamera yang kami bawa sembari berjalan masuk ke Dalem Ageng - sebuah ruangan yang dulunya merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, namun kini telah berubah menjadi semacam museum.

Tepat di tengah ruangan berdiri sebuah patenan atau tempat persemayaman Dewi Sri, dengan dua ruangan kecil menemani di samping-sampingnya: kiri sebagai tempat bermeditasi bagi para pria, sementara kanan bagi para wanita.

Lukisan para raja yang pernah mengepalai Mangkunegaran berbaris rapi tertempel di dinding atas Dalem Ageng, walaupun tidak komplit karena tak pernah ada lukisan dari KGPAA Mangkunegaran I dimanapun. Konon, hal itu disebabkan dengan prinsip perjuangan beliau yang seringkali menyamar sebelum melakukan serangan.

Berbagai koleksi benda dan perhiasan kuno milik kerajaan tertata di dalam kotak atau rak kaca yang tersebar memenuhi lantai. Mbak Susi dengan sabar dan cekatan mengajak kami bertiga menengok isi dalam setiap kotak sambil menjelaskan satu per satu apa saja yang ditunjukkan disana.

Mata kami, terutama Mbak Ulik, seketika langsung berbinar-binar manakala melihat seluruh koleksi itu. Bagaimana tidak, kebanyakan terbuat dari emas murni, atau barang yang pantas dijuluki - one in a million - saking langka dan berharganya. Ada koleksi perhiasan, senjata, barang pecah belah, mainan hingga alat penutup (maaf) kelamin yang bisa kami temukan disana.

Mayoritas koleksi yang dipamerkan adalah hasil peninggalan dari KGPAA Mangkunegara IV - raja yang kata Mbak Susi merupakan raja paling kaya, sukses dan terkenal. KGPAA Mangkunegara IV adalah seorang pengusaha kelas kakap di jamannya, selain dikenal sebagai seorang kolektor benda seni.

Kalau boleh menambahkan, KGPAA Mangkunegara IV juga adalah seorang yang begitu eksentrik. Beliau selalu ingin terlihat berbeda. Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah koleksi beliau yang ditandai dengan ukiran akronim namanya. Oke, atau katakanlah mungkin sedikit posesif dan narsistik.

Omong-omong, kenapa selama di Dalem Ageng dilarang memotret? Selain karena ada banyak benda berharga, ada pula benda atau ruangan yang dipercaya terdapat "penunggu"-nya. Jadi, ini semacam tindakan preventif atas kemungkinan munculnya kejadian tak mengenakan sekaligus penghormatan bagi mereka yang tak tampak.

Begitu keluar dari Dalem Ageng, Mbak Susi lantas mempersilahkan kami untuk memakai alas kaki dan menghidupkan kamera kembali. Kali ini kami memasuki halaman tengah dari Dalem Ageng yang berisikan taman, ruang keluarga, ruang makan, dan sejumlah ruangan lainnya.

Ada banyak sekali foto keluarga Mangkunegaran yang
dipamerkan di ruangan tengah, dan menurut saya, itulah
salah satu bagian paling menarik dari tur kemarin.
Saya jadi tahu sisi lain anggota keluarga kerajaan setelah
melihat foto-foto itu.

Mbak Ulik di depan salah satu ruangan
yang ada di area tengah Dalem Ageng.

Di ujung salah satu lorong yang ada disana, terdapat tanda "private area" - penanda kalau area setelah itu merupakan daerah yang masih dipakai oleh keluarga kerajaan. Katanya, pengunjung bisa berpapasan dengan anggota keluarga kerajaan jika tengah beruntung. Sayang, kami tak melihat siapapun kemarin.

Lorong menuju kawasan pribadi Pura
Mangkunegaran.


Kami pun diajak menengok ruang makan dan ruang keluarga yang letaknya bersebelahan. Ruang makannya sendiri terkesan sederhana, tapi saya langsung jatuh hati begitu melihat kaca jendela ruangan tersebut yang dihiasi oleh ukiran-ukiran cantik.

Seni ukir kaca bertema satu team pemain gamelan lengkap
dengan sinden-nya.

Kondisi berbeda tampak terlihat pada ruang keluarga Mangkunegaran yang sering disebut dengan Pracimosono. Ruangan yang berbentuk heksagonal ini dipenuhi oleh perabotan mahal asal Eropa. Sekilas, ruangan ini terlihat bak sebuah sangkar kaca raksasa dengan hiasan berupa kursi-kursi berwarna emas.

Pracimosono

Pracimosono adalah ruangan terakhir yang ditunjukkan  oleh pemandu kami sebelum mengakhiri tur keliling Pura Mangkunegaran siang itu. Saya puas sekali. Pengalaman berkeliling ini bahkan menjadikan Pura Mangkunegaran sebagai tempat bertema kerajaan yang paling mengasyikkan untuk dikunjungi sepanjang petualangan saya.

Selama ini, saya hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup di balik dinding suatu tempat eksklusif, seperti: kerajaan. Setidaknya, saya bisa memperoleh sedikit jawabannya kemarin. Matur nuwun, Pura Mangkunegaran.

NOTE:
How much to enter: Tiket masuk sebesar Rp 10.000,00 per orang, sedangkan untuk biaya pemanduan menggunakan prinsip seikhlasnya - berapapun yang kalian berikan, akan diterima dengan senang hati.

Terima kasih sudah berkunjung! :)

Salam Kupu-Kupu dan mari menjadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d

No comments:

Post a Comment