Tuesday, January 17, 2017

Mendaki Gunung Purba Nglanggeran Bersama Teman Baru



Saat pertama kali melihat teman-teman baru di kelas, sejujurnya saya sedikit meragu. Meragu apakah saya akan bisa menyalurkan hobi jalan-jalan bersama mereka, ataukah saya harus bersiap menerima kenyataan untuk berpergian sendiri. Sepanjang pertemuan awal bersama mereka, saya langsung memfokuskan diri untuk mengobservasi seluruh teman-teman yang ada di kelas - melihat bagaimana karakter mereka atau tipe manusia seperti apakah mereka. Dan yang terpenting: adakah di antara mereka yang punya hobi sama seperti saya yakni jalan-jalan?

Omong-omong, satu kelas saya tidaklah banyak - hanya ada 19 orang manusia termasuk saya. Pada dasarnya, saya percaya jika sebagian besar orang itu gemar jalan-jalan. Tapi, orang yang gemar jalan-jalan pun banyak sekali turunannya: ada yang asyik dan tidak asyik, ada yang tukang wacana dan spontan, ada yang tipe koper dan tipe ransel. Bah, pusing kalau salah pilih.

Namun, saya bersyukur. Setelah sok PDKT kesana kemari, ternyata satu kelas banyak juga yang hobi traveling! Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang bisa digolongkan sebagai petualang veteran dengan pengalaman melanglang buananya yang bejibun. Saya mah ndak ada apa-apanya dibandingkan mereka.

Entah siapa yang memulai, tiba-tiba tercetuslah ide untuk pergi jalan-jalan bersama. Berhubung itu adalah pengalaman kali pertama maka obyek wisata yang dekat-dekat dahululah yang dipilih. Ada yang mengusulkan pantai, air terjun, dan gunung. Dari seluruh pilihan itu, Gunung Api Purba Nglanggeran akhirnya diputuskan menjadi tujuan kami.

Setelah ide dilontarkan ke grup whatsapp kelas, hanya tujuh orang teman yang bersemangat untuk ikut yakni Mas Agus, Mbak Sasta, Mas Anam, Mas Zainal, Mbak Nars, Kak Ivel dan Kak Duma. Saya sendiri menjadi anggota termuda dalam grup itu.

Pukul tujuh pagi, kami berdelapan telah siap bertolak menuju ke Gunung Nglanggeran. Perjalanan berangkat kami diwarnai dengan drama helm. Kak Duma yang posisinya membonceng Mas Agus dengan santai datang tanpa membawa helm. Err.

Kami pun harus berputar-putar mencari penjual helm terlebih dahulu. Proses pencarian helm ini berubah bagai proses pencarian sebatang jarum pada setumpuk jerami. Pasalnya, mencari penjual helm yang telah beroperasi sepagi itu susahnya bukan main. Untung saja, kami akhirnya menemukan sebuah toko onderdil motor yang kebetulan menjual helm juga. Fiuh, berakhir sudah drama helm itu.

Menggapai Puncak Sang Gunung Purba

Jam telah menunjukkan angka setengah sembilan ketika rombongan kami tiba di area parkir Gunung Nglanggeran. Tak mau membuang waktu berhubung hari itu bertepatan pula dengan Hari Jumat, kami bergegas menuju loket tiket lalu memulai pendakian.

Kami yang baru tiba dan masih segar.
Dari kiri-kanan: Kak Ivel, Mas Zainal, Kak Duma, Mbak Nars,
Mas Anam, Mas Agus, Mbak Sasta dan saya. 

Di antara kami berdelapan, pengalaman mendaki Gunung Nglanggeran ini sekaligus menjadi pengalaman pertama mendaki bagi Mas Zainal, Kak Ivel, Kak Duma dan Mbak Sasta. Kami pun berjalan dengan tempo pelan sembari menikmati pemandangan yang ditawarkan di sepanjang rute pendakian.

Pemandangan terasering dan hutan tower dari
atas Gunung Nglanggeran.

Setidaknya, ada tiga pos pendakian yang harus dilewati sebelum sampai bisa meraih puncak. Jalur pendakiannya pun terbilang mudah dan cocok bagi para pemula. Di awal jalur, kami sudah ditantang untuk melewati Lorong Sumpitan - sebuah lorong sempit di antara dua batu raksasa sepanjang 30 meter - yang membuat perjalanan menjadi agak mengerikan. Lorong itu sukses mengingatkan kami pada adegan si Aron Ralston dalam film 127 Hours.

Mas Agus dan Mas Zainal di Lorong Sumpitan.


Lepas dari lorong, jalur pendakian terasa tak begitu menyulitkan. Kami hanya menjumpai sedikit tanjakan dan itu saja tak begitu curam. Papan penunjuk arah yang tersebar di berbagai titik juga memudahkan kami untuk berjalan menuju ke puncak.

Salah satu papan penunjuk jalan.
Caption-nya lucu-lucu. 😂

Kak Ivel - master perbekalan kami. Di antara kami berdelapan,
Kak Ivel ini yang bawaan cemilannya paling banyak. 😁

Kak Duma dan Mas Anam kelelahan.


Ada satu area lapang di dekat puncak yang sekilas terlihat bagaikan puncak. Kami sempat tertipu dan beristirahat sebentar disana. Hingga kemudian, salah seorang di antara kami melihat sebuah bendera merah putih tertancap di sisi ujung depan sebelah kanan kami. Huh? Bukankah biasanya bendera tertancap di puncak?

Puncak jadi-jadian dan kami yang tertipu.

Mas Agus pun langsung mengajak kami untuk berjalan lagi dan menuju ke Puncak Nglanggeran yang sebenarnya. Jaraknya tak jauh dari area lapang tempat kami tertipu tadi, paling hanya jalan kaki selama lima sampai tujuh menit. Puncak Nglanggeran sendiri berupa sebuah tebing batu besar dengan bagian atas yang mendatar. Sebuah tangga sederhana dari kayu harus kami tapaki terebih dahulu sebelum bisa sampai ke atas.

Tangga menuju puncak betulan.

Voila! Sampailah kami semua di Puncak Nglanggeran. Dari atas, kami bisa melihat gugusan tebing batu besar yang berserak di sekitar gunung. Konon, tebing batu dan Gunung Nglanggeran merupakan hasil dari pembekuan magma yang terjadi kurang lebih 60 juta tahun silam. Itulah kenapa kemudian Nglanggeran dinamakan sebagai gunung api purba.

Kami yang berbahagia setelah tiba di puncak. Yay! 💃💃


Selain batu dan pohon, Embung Nglanggeran juga terlihat dari puncak. Embung buatan seluas 60x60 meter itu terlihat menggiurkan sekali untuk dipakai mendinginkan diri sehabis mendaki. Eits, jangan tergoda. Oleh karena digunakan sebagai pengairan warga, Embung Nglanggeran merupakan area terlarang berenang.


Pemandangan dari Puncak Nglanggeran

Mbak Nars-Mbak Sasta in a Gemini Pose.

Satu persatu dari kami kemudian mencari posisi enak untuk bersantai di atas puncak. Sejumlah cemilan yang kami bawa sebagai bekal perjalanan pun dibongkar untuk mengembalikan tenaga. Beberapa di antara kami tampak kelelahan sekali dalam pendakian ini terutama mereka-mereka yang baru pertama kali mendaki. Saya tersenyum sekaligus bangga kepada mereka. Tidak menyerah dan tidak mengeluh, bagi saya mereka sudah melakukan hal yang bagus. Good job, mas mbak!

Menutup Petualangan Di Bukit Bintang

Petualangan kami hari itu ditutup dengan menunggu matahari terbenam dari Bukit Bintang. Bukit Bintang sendiri adalah nama suatu area tepat di perbatasan antara Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul. Di area tersebut berdiri banyak restauran atau warung sederhana yang berdiri di pinggir jurang dengan view menghadap ke arah Kota Yogyakarta.

Area ini memang letaknya tergolong tinggi sehingga menjadi lokasi favorit bagi orang-orang yang hendak menyaksikan pemandangan Yogya dari malam hari. Kerlip lampu-lampu kecil serupa bintang yang berasal dari sejumlah bangunan di kota membuat kenapa nama "Bukit Bintang" melekat disini.

Sembari menunggu matahari terbenam dan menikmati pemandangan malam, kami memesan kelapa muda dan jagung serut bakar. Obrolan demi obrolan pun mengalir di antara kami hingga tanpa terasa tiga jam sudah berlalu di tempat itu.

Matahari terbenam dari Bukit Bintang

Dan "bintang-bintang" pun bermunculan dari tanah.


Rasa kantuk perlahan lahan mulai menyergap diri. Hal itu diperparah dengan rasa letih dari pendakian Gunung Nglanggeran yang masih tersisa. Kamipun memutuskan untuk mengakhiri petualangan kami hari itu dan beranjak pulang ke kost masing-masing.

Foto terakhir sebelum pulang

****

Pasca petualangan pertama kami, sebuah grup di Whatsapp bernama "Haus Piknik" dibentuk sebagai sarana untuk membahas petualangan-petualangan kami selanjutnya. Kami memang sudah berencana untuk rutin mengagendakan petualangan di sela-sela kesibukan kuliah kami: ada yang mengajak camping di pantai, ada yang mengajak mendaki gunung lagi, dan lain sebagainya.

Namun, rencana hanyalah rencana. Grup itu bernasib sama dengan blog saya ini, tak terurus dan mengalami masa hibernasi sebab tugas kuliah yang datang silih berganti membuat kami kehabisan waktu.

Saya sih masih sempat berjalan-jalan dengan sejumlah personel dari tim petualangan pertama ini, tapi rasanya tetap saja ada yang kurang. Agak sedih sebenarnya, apalagi saya bakalan tak sekelas lagi bersama mereka semua di semester depan. Hiks. 😞

Mas dan Mbak semua. Apa kabar kalian hari ini? Bagaimana liburan semesterannya? Terima kasih sudah berkenan menemani jalan-jalan di semester satu kemarin. I'm trully grateful! Walau nanti sudah beda kelas tapi kalau ada rencana jalan-jalan, jangan lupa ajak-ajak ya. 😍


Terima kasih sudah mampir. Salam dari Gunung Nglanggeran.


Maaf terlambat posting dan salam kupu-kupu. ^^d


2 comments: